Oleh : Antonius
Susianto dalam kesehariannya memang terlihat biasa-biasa saja, namun pria kalem ini akan terlihat berbeda ketika memilih menu makanan yang akan disantapnya. Dia hanya akan makan tumbuh-tumbuhan, dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari mahluk hidup seperti daging, ikan atau hasil olahannya alias vegetarian.
Susianto yang juga Ketua Masyarakat Vegetarian Indonesia, IVS mengatakan, banyak orang yang masih salah paham dengan istilah vegetarian. Orang awam menganggap asal kata vegetarian dari bahasa Inggris “vegetables” yang berarti sayur-sayuran. Padahal aslinya dari bahasa latin “vegetus” yang artinya hidup sehat dan semangat, jauh dari kata-kata sayur.
Dia menolak anggapan vegetarian hanya menjadi gaya hidup masyarakat modern. Sejak abad ke lima Sebelum Masehi pola makan seperti sudah ada. Saat itu mereka disebut sebagai Vitagorian alias pengikut Phytagoras, ilmuwan jenius yang ternyata juga vegetarian. Sementara istilah vegetarian baru muncul pada tahun 1800-an.
“Jadi pada 1847 kata vegetarian mulai diperkenalkan saat berdirinya UK Vegetarian Society jadi itu adalah organisasi vegetarian modern yang pertama di Inggris. Jadi Inggris itu memang pencetusnya tapi bukan berarti orang vegetarian itu sejak 1847...bukan... sebelum itu sudah banyak orang vegetarian,” kata Susianto.
Proses menjadi Vegetarian sejati dibagi tiga tahap; pertama lakto ovo yaitu vegetarian yang masih mengkonsumsi susu dan telur, kemudian lakto vegetarian tidak mengkonsumsi telur tapi susu jalan terus, sementara vegetarian yang paling ngelotok disebut vegan.
Susianto sudah menjadi vegetarian selama 20 tahun. Awalnya karena alasan kesehatan, latar belakang pendidikan ilmu kimia dan gizi membuat dia tahu benar bahaya yang terkandung dalam daging.
“Di daging banyak kolesterol banyak lemak jenuh sedang di tumbuhan tidak ada kolesterol..dan kolesterol ini menjadi penyebab utama penyakit jantung..saya rasa anak kecil juga tahu..keuntungan kedua di daging tidak ada serat..di tumbuhan ada dan itu mencegah obesitas, kanker dan juga diabetes..rata-rata protein hewani bersifat asam dan itu disukai oleh sel kanker..sedang sayur bersifat basah..tidak disukai sel kanker.”
Neli, relawan Masyarakat Vegetarian Indonesia, IVS menjadi vegetarian karena keyakinan yang dia anut, baru setelah itu kesehatan. Neli juga trauma menyaksikan hewan-hewan di peternakan disiksa, disuntik obat-obatan agar terlihat sehat dan besar.
“Itu dan kasih kita lihat hewan itu dibunuh dari VCD yang kita lihat itu mereka mengalami penyiksaan bahkan bukan cuma pada saat dibunuh, pada saat mereka lahir pun mereka sudah disuntik dengan bermacam kimia supaya untuk dibooze pertumbuhannya jadi melihat hal makin menguatkan tekad untuk menjadi vegetarian,” katanya.
Neli mengakui, awalnya sulit melupakan makanan hewani, apalagi sebagai orang Sumatera Selatan lidahnya sudah terbiasa dengan pempek yang mengandung ikan. Rasa yang sama juga dialami Fitrian Ardianyah, Direktur Program Iklim dan Energi WWF Indonesia yang sudah dua tahun menjadi vegetarian. Menurut Fitrian, ada yang hilang saat berpisah dengan daging.
“Mungkin karena kita biasanya..umur saya 33…34 saat ini selama 30 tahun kita makannya sop buntut, soto kambing dan sebagainya..ada perasaan yang hilang sensasi itu hilang, tapi kemudian selama seminggu berikutnya ketika kita sudah menemukan alternatif pengganti kok lumayan ya kita merasa lebih segar, lebih tenang, badan lebih ringan terutama karena berat badan turun, olah raga kita nggak kehabisan nafas..selama ini saya fikir saya cukup senang dan sehat, pikiran lebih jernih tidak pusing karena alasan ekonomi,” papar Fitrian.
Selain badan sehat, menjadi vegetarian juga bisa bikin sehat kantong. Kalau dihitung-hitung uang yang dikeluarkan untuk membeli daging jauh lebih besar ketimbang membeli sayuran. Kembali Fitrian Ardiansyah dari WWF Indonesia.
“Kemudian alasan ekonomi tentunya harga daging kemarin lebaran 80 ribu per kilogram kemudian ayam juga mahal dengan adanya selisih income yang bisa disave atau bisa disimpan sekarang bisa punya kemampuan untuk beli sayur-sayuran yang organik pertama lebih sehat kedua membantu petani lokal.”
Adanya kekhawatiran racun pestisida yang menempel di tanaman dibantah oleh Ketua Masyarakat Vegetarian Indonesia, Susianto. Menurut dia, pestisida yang ada di sayuran bisa dibersihkan dengan air, sementara pestisida yang masuk ke daging tidak bisa dihilangkan. Bahkan kadungan pestisida dalam daging 14 kali lebih tinggi dibanding sayuran.
“Alasannya simple sekali, peternakan itu kan juga makannya selalu yang berpestisida dan peternak juga tidak akan mencuci untuk hewan ternaknya, kalau manusia kan tidak sebodoh itu, kalau kita kan bisa cuci..dan pestisida itu kan bisa larut dalam air..apalagi kalau airnya dikasi jeruk nipis atau garam wah itu lebih larut lagi lebih gampang lepasnya...ya memang ada sisa dikit tapi kalau orang mengatakan makan daging bebas pestisida itu salah besar.”
Susianto juga menampik anggapan tidak makan daging bisa membuat badan lemas karena kurang protein. Kebutuhan protein, tambah Susianto, bisa didapat dari kedelai yang kandungan proteinnya 34 persen, sementara daging hanya 18 persen.
Pola makan vegetarian ini ternyata juga berhubungan erat dengan penghematan energi yang akan mampu menyelamatkan bumi khususnya dari krisis energi yang tak terbarui dan pemanasan global.
konom dan pemerhati lingkungan, sekaligus Ketua Panel on Climate Change (IPCC), Rajendra Kumar Pachauri, mengatakan ada tiga kunci untuk melawan pemasan global dan pemborosan energi yakni jangan makan daging, kendarai sepeda, dan jadilah konsumen yang hemat.
Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 2006 tentang peternakan dan lingkungan mengungkapkan bahwa hampir 20 persen emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah itu melampaui jumlah emisi gabungan dari semua kendaraan di dunia. Ini berarti, sektor peternakan adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global.
Menurut Koordinator Bidang Teknologi Pusat Studi Energi Universitas Atmajaya Yogyakarta yang juga seorang vegetarian, Prasasto Satwiko, proses penyiapan pakan ternak, pembukaan hutan untuk peternakan, pengolahan daging di pabrik, pengangkutan daging dari peternakan ke pasar, hingga kotoran hewan ikut menyumbang terjadinya pemanasan global.
“Bahkan ada yang mengatakan bahwa transport di seluruh dunia dijumlah pun masih kalah banyak dibanding sumbangan gas rumah kaca dari industri peternakan yang sampai 15 persen, kalau semua transport digabung itu hanya 13 persen kita tidak hanya bicara CO2 nya ya, karena pada industri peternakan selain CO2 juga ada methan NH4 yang disebut 21 kali lebih berpotensi dari CO2 dan juga dari pipisnya.. urine itu ada nitro oksida yang 296 kali lebih jahat dari CO2.”
Data Masyarakat Vegetarian Indonesia, IVS menyebut jumlah ternak di seluruh dunia 3 kali lebih banyak dari manusia. Perinciannya; sapi 1,5 milyar, domba 1,8 milyar dan ayam yang paling banyak 15 milyar lebih. Ditotal sekitar 19, 7 milyar hewan ternak. Kebayang kan berapa banyak gas metan dari kotoran hewan-hewan itu yang dilepas ke atmosfir.
Peternakan juga dituding menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen lahan dari permukaan tanah di bumi. Direktur Program Iklim dan Energi WWF Indonesia, Fitrian Ardianyah mengatakan, pembukaan lahan untuk peternakan telah merusak sebagian hutan di Brazil.
Untuk di Indonesia, tambah Fitrian, kasus perusakan hutan belum terlalu parah, tapi yang perlu diperhatikan adalah kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar peternakan. Seperti misalnya kasus flu burung dan antrax yang pernah terjadi.
Seorang vegetarian, kata ketua IVS, Susianto dapat menghemat 1,5 juta ton karbon dioksida, CO2 dalam setahun. Sementara satu orang yang mengganti mobil biasa dengan mobil ramah lingkungan hanya bisa menghemat 1 juta ton gas CO2. Belum lagi penggunaan lahan untuk perkebunan yang jauh lebih efektif ketimbang untuk peternakan.
“Ada data penelitian yang menyebutkan dalam luas 1 hektar tanah kita bisa menghasilkan 20 ribu kilo kentang..20 ton..tapi dalam 1 hektar tanah yang sama hanya menghasilkan 165 kilogram daging sapi..coba bagi deh akan keluar angka 120 koma sekian..artinya apa? seorang vegetarian lebih hemat pemakaian lahan 120 kali dari seorang pemakan daging,” jelas Susianto.
Upaya membuat industri peternakan agar lebih ramah lingkungan sayangnya belum menjadi prioritas negara-negara maju. Menurut Fitrian Ardiansyah dari WWF Indonesia, banyak negara masih fokus pada upaya menanggulangi pemanasan global dari sisi penggunaan listrik dan transportasi.
“Yang saya lihat adalah kesadaran sudah ada atau pengetahuan sudah ada tapi mereka mencantumkan beberapa prioritas...prioritas utama adalah tadi karena kuantitas CO2 nya banyak maka pembangkit listrik coba diubah menjadi lebih terbarukan. Kemudian transportasi juga hybrid car dan sebagainya dan industri peternakan baru beberapa tahun terakhir ini diekspos media,” kata Fitrian.
Sementara LSM lingkungan Walhi melihat negara-negara maju masih enggan mengusik industri peternakan yang menjadi salah satu penggerak perekonomian.
“Saya masih melihat bahwa para pemerintah baik dari negara maju dan berkembang masih mencampuradukan dari bagaimana kepentingan penanganan masalah lingkungan dalam hal ini perubahan iklim dengan kepentingan pertumbuhan ekonomi. Ini yang menyebabkan penanganan perubahan iklim tidak serius ditangani dimana kepentingan ekonomi lebih diprioritaskan...lebih diutamakan,” kata Ketua Walhi, Berry Nahdian Forqan.
Sebagai satu dari milyaran penduduk dunia, kita pasti dapat melakukan andil dalam menghemat energi dan mencegah pemanasan global yang sedang terjadi dengan tiga cara yang disampaikan oleh peraih Nobel Perdamaian 2007, Rajendra Kumar Pachauri. Cara mana yang Anda anggap paling tepat bagi diri Anda? Tidak makan daging, kendarai sepeda, atau menjadi konsumen yang hemat?
Sumber : www.greenradio.fm
Susianto dalam kesehariannya memang terlihat biasa-biasa saja, namun pria kalem ini akan terlihat berbeda ketika memilih menu makanan yang akan disantapnya. Dia hanya akan makan tumbuh-tumbuhan, dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari mahluk hidup seperti daging, ikan atau hasil olahannya alias vegetarian.
Susianto yang juga Ketua Masyarakat Vegetarian Indonesia, IVS mengatakan, banyak orang yang masih salah paham dengan istilah vegetarian. Orang awam menganggap asal kata vegetarian dari bahasa Inggris “vegetables” yang berarti sayur-sayuran. Padahal aslinya dari bahasa latin “vegetus” yang artinya hidup sehat dan semangat, jauh dari kata-kata sayur.
Dia menolak anggapan vegetarian hanya menjadi gaya hidup masyarakat modern. Sejak abad ke lima Sebelum Masehi pola makan seperti sudah ada. Saat itu mereka disebut sebagai Vitagorian alias pengikut Phytagoras, ilmuwan jenius yang ternyata juga vegetarian. Sementara istilah vegetarian baru muncul pada tahun 1800-an.
“Jadi pada 1847 kata vegetarian mulai diperkenalkan saat berdirinya UK Vegetarian Society jadi itu adalah organisasi vegetarian modern yang pertama di Inggris. Jadi Inggris itu memang pencetusnya tapi bukan berarti orang vegetarian itu sejak 1847...bukan... sebelum itu sudah banyak orang vegetarian,” kata Susianto.
Proses menjadi Vegetarian sejati dibagi tiga tahap; pertama lakto ovo yaitu vegetarian yang masih mengkonsumsi susu dan telur, kemudian lakto vegetarian tidak mengkonsumsi telur tapi susu jalan terus, sementara vegetarian yang paling ngelotok disebut vegan.
Susianto sudah menjadi vegetarian selama 20 tahun. Awalnya karena alasan kesehatan, latar belakang pendidikan ilmu kimia dan gizi membuat dia tahu benar bahaya yang terkandung dalam daging.
“Di daging banyak kolesterol banyak lemak jenuh sedang di tumbuhan tidak ada kolesterol..dan kolesterol ini menjadi penyebab utama penyakit jantung..saya rasa anak kecil juga tahu..keuntungan kedua di daging tidak ada serat..di tumbuhan ada dan itu mencegah obesitas, kanker dan juga diabetes..rata-rata protein hewani bersifat asam dan itu disukai oleh sel kanker..sedang sayur bersifat basah..tidak disukai sel kanker.”
Neli, relawan Masyarakat Vegetarian Indonesia, IVS menjadi vegetarian karena keyakinan yang dia anut, baru setelah itu kesehatan. Neli juga trauma menyaksikan hewan-hewan di peternakan disiksa, disuntik obat-obatan agar terlihat sehat dan besar.
“Itu dan kasih kita lihat hewan itu dibunuh dari VCD yang kita lihat itu mereka mengalami penyiksaan bahkan bukan cuma pada saat dibunuh, pada saat mereka lahir pun mereka sudah disuntik dengan bermacam kimia supaya untuk dibooze pertumbuhannya jadi melihat hal makin menguatkan tekad untuk menjadi vegetarian,” katanya.
Neli mengakui, awalnya sulit melupakan makanan hewani, apalagi sebagai orang Sumatera Selatan lidahnya sudah terbiasa dengan pempek yang mengandung ikan. Rasa yang sama juga dialami Fitrian Ardianyah, Direktur Program Iklim dan Energi WWF Indonesia yang sudah dua tahun menjadi vegetarian. Menurut Fitrian, ada yang hilang saat berpisah dengan daging.
“Mungkin karena kita biasanya..umur saya 33…34 saat ini selama 30 tahun kita makannya sop buntut, soto kambing dan sebagainya..ada perasaan yang hilang sensasi itu hilang, tapi kemudian selama seminggu berikutnya ketika kita sudah menemukan alternatif pengganti kok lumayan ya kita merasa lebih segar, lebih tenang, badan lebih ringan terutama karena berat badan turun, olah raga kita nggak kehabisan nafas..selama ini saya fikir saya cukup senang dan sehat, pikiran lebih jernih tidak pusing karena alasan ekonomi,” papar Fitrian.
Selain badan sehat, menjadi vegetarian juga bisa bikin sehat kantong. Kalau dihitung-hitung uang yang dikeluarkan untuk membeli daging jauh lebih besar ketimbang membeli sayuran. Kembali Fitrian Ardiansyah dari WWF Indonesia.
“Kemudian alasan ekonomi tentunya harga daging kemarin lebaran 80 ribu per kilogram kemudian ayam juga mahal dengan adanya selisih income yang bisa disave atau bisa disimpan sekarang bisa punya kemampuan untuk beli sayur-sayuran yang organik pertama lebih sehat kedua membantu petani lokal.”
Adanya kekhawatiran racun pestisida yang menempel di tanaman dibantah oleh Ketua Masyarakat Vegetarian Indonesia, Susianto. Menurut dia, pestisida yang ada di sayuran bisa dibersihkan dengan air, sementara pestisida yang masuk ke daging tidak bisa dihilangkan. Bahkan kadungan pestisida dalam daging 14 kali lebih tinggi dibanding sayuran.
“Alasannya simple sekali, peternakan itu kan juga makannya selalu yang berpestisida dan peternak juga tidak akan mencuci untuk hewan ternaknya, kalau manusia kan tidak sebodoh itu, kalau kita kan bisa cuci..dan pestisida itu kan bisa larut dalam air..apalagi kalau airnya dikasi jeruk nipis atau garam wah itu lebih larut lagi lebih gampang lepasnya...ya memang ada sisa dikit tapi kalau orang mengatakan makan daging bebas pestisida itu salah besar.”
Susianto juga menampik anggapan tidak makan daging bisa membuat badan lemas karena kurang protein. Kebutuhan protein, tambah Susianto, bisa didapat dari kedelai yang kandungan proteinnya 34 persen, sementara daging hanya 18 persen.
Pola makan vegetarian ini ternyata juga berhubungan erat dengan penghematan energi yang akan mampu menyelamatkan bumi khususnya dari krisis energi yang tak terbarui dan pemanasan global.
konom dan pemerhati lingkungan, sekaligus Ketua Panel on Climate Change (IPCC), Rajendra Kumar Pachauri, mengatakan ada tiga kunci untuk melawan pemasan global dan pemborosan energi yakni jangan makan daging, kendarai sepeda, dan jadilah konsumen yang hemat.
Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 2006 tentang peternakan dan lingkungan mengungkapkan bahwa hampir 20 persen emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah itu melampaui jumlah emisi gabungan dari semua kendaraan di dunia. Ini berarti, sektor peternakan adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global.
Menurut Koordinator Bidang Teknologi Pusat Studi Energi Universitas Atmajaya Yogyakarta yang juga seorang vegetarian, Prasasto Satwiko, proses penyiapan pakan ternak, pembukaan hutan untuk peternakan, pengolahan daging di pabrik, pengangkutan daging dari peternakan ke pasar, hingga kotoran hewan ikut menyumbang terjadinya pemanasan global.
“Bahkan ada yang mengatakan bahwa transport di seluruh dunia dijumlah pun masih kalah banyak dibanding sumbangan gas rumah kaca dari industri peternakan yang sampai 15 persen, kalau semua transport digabung itu hanya 13 persen kita tidak hanya bicara CO2 nya ya, karena pada industri peternakan selain CO2 juga ada methan NH4 yang disebut 21 kali lebih berpotensi dari CO2 dan juga dari pipisnya.. urine itu ada nitro oksida yang 296 kali lebih jahat dari CO2.”
Data Masyarakat Vegetarian Indonesia, IVS menyebut jumlah ternak di seluruh dunia 3 kali lebih banyak dari manusia. Perinciannya; sapi 1,5 milyar, domba 1,8 milyar dan ayam yang paling banyak 15 milyar lebih. Ditotal sekitar 19, 7 milyar hewan ternak. Kebayang kan berapa banyak gas metan dari kotoran hewan-hewan itu yang dilepas ke atmosfir.
Peternakan juga dituding menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen lahan dari permukaan tanah di bumi. Direktur Program Iklim dan Energi WWF Indonesia, Fitrian Ardianyah mengatakan, pembukaan lahan untuk peternakan telah merusak sebagian hutan di Brazil.
Untuk di Indonesia, tambah Fitrian, kasus perusakan hutan belum terlalu parah, tapi yang perlu diperhatikan adalah kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar peternakan. Seperti misalnya kasus flu burung dan antrax yang pernah terjadi.
Seorang vegetarian, kata ketua IVS, Susianto dapat menghemat 1,5 juta ton karbon dioksida, CO2 dalam setahun. Sementara satu orang yang mengganti mobil biasa dengan mobil ramah lingkungan hanya bisa menghemat 1 juta ton gas CO2. Belum lagi penggunaan lahan untuk perkebunan yang jauh lebih efektif ketimbang untuk peternakan.
“Ada data penelitian yang menyebutkan dalam luas 1 hektar tanah kita bisa menghasilkan 20 ribu kilo kentang..20 ton..tapi dalam 1 hektar tanah yang sama hanya menghasilkan 165 kilogram daging sapi..coba bagi deh akan keluar angka 120 koma sekian..artinya apa? seorang vegetarian lebih hemat pemakaian lahan 120 kali dari seorang pemakan daging,” jelas Susianto.
Upaya membuat industri peternakan agar lebih ramah lingkungan sayangnya belum menjadi prioritas negara-negara maju. Menurut Fitrian Ardiansyah dari WWF Indonesia, banyak negara masih fokus pada upaya menanggulangi pemanasan global dari sisi penggunaan listrik dan transportasi.
“Yang saya lihat adalah kesadaran sudah ada atau pengetahuan sudah ada tapi mereka mencantumkan beberapa prioritas...prioritas utama adalah tadi karena kuantitas CO2 nya banyak maka pembangkit listrik coba diubah menjadi lebih terbarukan. Kemudian transportasi juga hybrid car dan sebagainya dan industri peternakan baru beberapa tahun terakhir ini diekspos media,” kata Fitrian.
Sementara LSM lingkungan Walhi melihat negara-negara maju masih enggan mengusik industri peternakan yang menjadi salah satu penggerak perekonomian.
“Saya masih melihat bahwa para pemerintah baik dari negara maju dan berkembang masih mencampuradukan dari bagaimana kepentingan penanganan masalah lingkungan dalam hal ini perubahan iklim dengan kepentingan pertumbuhan ekonomi. Ini yang menyebabkan penanganan perubahan iklim tidak serius ditangani dimana kepentingan ekonomi lebih diprioritaskan...lebih diutamakan,” kata Ketua Walhi, Berry Nahdian Forqan.
Sebagai satu dari milyaran penduduk dunia, kita pasti dapat melakukan andil dalam menghemat energi dan mencegah pemanasan global yang sedang terjadi dengan tiga cara yang disampaikan oleh peraih Nobel Perdamaian 2007, Rajendra Kumar Pachauri. Cara mana yang Anda anggap paling tepat bagi diri Anda? Tidak makan daging, kendarai sepeda, atau menjadi konsumen yang hemat?
Sumber : www.greenradio.fm
Selamatkan Bumi, Jadilah Vegetarian
Reviewed by Massaputro Delly TP.
on
Jumat, April 23, 2010
Rating:
Tidak ada komentar: