Nanggroe Aceh Darussalam: Sebuah Catatan Perjalanan

Gempa kembali melanda bumi Nanggro Aceh Darussalam (Provinsi NAD), Badan Meteorololgi dan Geofisika mencatat gempa berkekuatan 7,2 SR terjadi di 3.61 LU, 95.84 BT atau 66 kilometer barat daya Meulaboh, dengan kedalaman 30 kilometer di bawah permukaan laut. Guncangan bumi di Serambi Makkah tersebut terjadi pada hari Minggu 9 Mei 2010 sekitar pukul 12.59 WIB.

Bukan maksud untuk membuka luka lama tentang bencana Tsunami maha dahsyat yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, sudah berselang 6 tahun lamanya, dan upaya Pemerintah telah banyak dilakukan, baik secara infrastruktur maupun psikologis korban gempa dan tsunami tersebut. Tetapi, tak dipungkiri juga, bencana tersebut menjadi trauma yang amat sangat memilukan, tdak hanya bagi warga Aceh, termasuk rakyat Indonesia juga merasakan, bahkan masyarakat Internasional pun ikut dalam rehabilitasi yang dilakukan Pemerintah (Pusat dan Daerah). Apalagi bencana gempa dan tsunami terus membayangi wilayah Indonesia secara keseluruhan.

Catatan Perjalananku: Setelah bencana gempa dan tsunami lewat 4 tahun 2 bulan, akhirnya kaki ini dapat menginjakkan jejak dan memandang secara langsung bumi Serambi Mekkah, tepatnya pada tanggal 21 Pebruari 2009 akupun menghirup udaranya Kota Aceh.

Tampak sekali kemajuan yang dialami NAD, atas peran seluruh elemen masyarakat Aceh, dibantu oleh rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional melakukan rekontruksi dan rehabilitasi Aceh yang porak poranda pasca gempa dan tsunami. Pemerintah Republik Indonesia membentuk lembaga BRR (Badan Rehabiltasi dan Rekontruksi) Aceh dan Nias terus melakukan perbaikan bagi masyarakat Aceh. Pembangunan diutamakan pada rekontruksi sarana dan prasarana (infrastruktur) Pemerintahan, Jalan, Sekolah, dan Rumah.

Kami berkunjung ke NAD dalam rangka Kunjungan Kerja Kedinasan, tetapi disela-sela kunjungan tersebut tiada salah kami pun melakukan kunjungan wisata di seputar Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi NAD. Dengan menyewa kendaraan roda 4 (Kijang Innova) sebesar Rp450.000,00 kami dapat berkunjung ke berbagai tempat seharian penuh.

Kunjungan kami diawali dengan melihat-lihat "sisa-sisa" bencana gempa dan tsunami yang telah dijadikan "monumen" atau saksi sejarah tentang dahsyatnya bencana tersebut. Berikut berbagai "moment" yang dikunjungi:

Kuburan Massal Korban Gempa dan Tsunami:



Rata Tengah





Ratusan ribu warga NAD menjadi korban, tak terhitung jumlahnya dan tak dikenali lagi identitas dari korban-korban tersebut. Akhirnya Pemerintah menggambil keputusan untuk melakukan pemakaman secara massal, terdapat beberapa tempat menjadi area pemakaman massal tersebut seperti gambar di atas.

Kapal Tsunami Lampulo:







Terdamparnya kapal nelayan dijadikan "monumen" dan "saksi" yang akan dikenang terus oleh masyarakat Aceh dan Dunia. Area ini telah dijadikan oleh Pemerintah Provinsi NAD sebagai "kenangan" yang tak ternilai harganya sebagai sejarah kelam rakyat Aceh. Pada monumen tersebut jelas terpatri: "Kapal Nelayan ini dihempas gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 hingga tersangkut di rumah ini. Kapal ini menjadi bukti penting betapa dahsyatnya musibah tsunami tersebut. Berkat kapal ini 59 orang terselamatkan pada kejadian itu".

Pembangunan Rumah Warga:



Gambar di atas merupakan sedikit dari proses pembangunan kembali rumah warga Aceh yang hancur akibat gempa dan tsunami.

Taman Edukasi Tsunami:







Pemerintah juga telah membangun Taman Edukasi Tsunami, di taman ini di dapat beberapa gambar tentang musibah yang terjadi dan tentunya tentang gempa dan tsunami itu sendiri. Di area ini juga terdapat kapal diesel milik PLN yang terdampar hingga ke daratan dan dijadikan "museum" sebagai saksi dari bencana. Di area ini anda juga bisa membawa oleh-oleh berupa kaos untuk mengenang bahwa anda telah berkunjung ke bumi Aceh. Kaos tersebut merupakan karya dari pemuda-pemuda setempat dan diberi merek "Celoteh".

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh:







Tidak lengkap bila tidak berkunjung ke Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, yang merupakan masjid terbesar dan bersejarah.

Wisata Kuliner:

Jelas. Tak ketinggalan adalah wisata kulinernya. Untuk siang hari, kami mencoba menyantap gula kepala kambing ang tersebar di warung-warung sekitar kota Banda Aceh. Tetapi bila Anda ingin sensasi lain menikmati ini adalah dengan keluar dari kota Banda Aceh dan mencari di warung-warung pingiran kampung, terasa alami sambil memandang pematang dan sawah. Ditemani dengan minuman segar berupa serutan timun yang menjadi khas warga Aceh - Medan.

Untuk santap malam, tiada lagi yang nikmat selain hidangan mie aceh kepiting (terdapat aneka mie aceh lainnya ala seafood). Warung makan ini terletak di Simpang Surabaya Banda Aceh. Mak nyuuuusssss .............
Nanggroe Aceh Darussalam: Sebuah Catatan Perjalanan Nanggroe Aceh Darussalam: Sebuah Catatan Perjalanan Reviewed by Massaputro Delly TP. on Senin, Mei 10, 2010 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
close