Ketaatan dalam menjaga kelestarian alam, menghormati para leluhur hingga pimpinan, harus tetap dilakukan dalam kondisi apapun.
Demikian makna yang tertanam pada kegiatan Seba Baduy, yang hingga kini dilakukan oleh masyarakat adat suku Baduy Dalam dan Baduy Luar. Bagi mereka (suku Baduy), Seba Baduy merupakan sebuah amanah dari para leluhur yang ahrus terus dijaga dan dijalankan.
"Sebelum Seba Baduy ini kami laksanakan, kami ada rapat dulu dengan para kokolot (sesepuh atau orang tua) yang ada di Baduy," ujar kokolot suku Baduy Dalam, Ayah Saidi Putra, usai acara Seba Baduy di Pendopo Lama Gubernur Banten, Jalan Brigjen Syam'un, Kota Serang, Minggu (26/4/2015).
Agar kelestarian alam dikawasan Suku Baduy tidak dirusak, warga Suku Baduy juga melakukan ritual kawalu atau puasa (selama satu bulan), sebagai konsekuensi untuk tetap menjaga lingkungan. Diketahui, Ayah Saidi Putra merupakan orang tua dari Ayah Mursid, penerus orang tuanya yang ditugaskan memimpin masyarakat Baduy dan menjadi pemimpin dari 12 Jaro Tangtu. Menurutnya, Seba Baduy juga merupakan bentuk silaturahmi kepada pemerintah, baik Pemkab Lebak maupun Pemprov Banten, yang dilakukan setiap tahun sekali.
"Selain bersilaturahmi, masyarakat Baduy juga mengajak pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan Gunung Pulosari, Gunung Karang, dan alam agar tidak dirusak manusia. Kalau jika alam rusak maka akan ada bencana alam," tegasnya dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Seba Baduy yang berlangsung tahun ini termasuk Seba Gede (besar), yang membedakannya dengan Seba Leutik (kecil) adalah masyarakat Baduy menyerahkan hasil bumi dan peralatan dapur kepada Rano Karno yang digelari Abah Gede (besar) oleh masyarakat Baduy. Pada Seba Gede kali ini, masyarakat Baduy mengambil tema "Ngasuh Ratu Nganjak Menak Mageuhkeun Tali Duluran Ngajaga Lingkungan Pamarentah Negakeun Hukum Jeung Keadilan".
Tema ini berarti adalah "Menjaga negara, mengencangkan tali persaudaraan, menjaga lingkungan. Pemerintah menegakan hukum dan keadilan". Seba Baduy tahun 2015 ini ikuti oleh 1957 orang suku Baduy yang terdiri dari 56 kampung. Adat masyarakat Baduy sudah dilakukan sejak zaman Kesultanan Banten pertama berdiri.
"Seba Baduy merupakan upacara adat tradisi sakral asli dari warga Baduy. Seba ini merupakan peristiwa budaya, bahkan sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak jaman kesultanan Banten," tegasnya.
Diketahui, masyarakat Baduy Dalam dan Luar telah melaksanakan Seba Baduy semenjak hari Jum'at 24 April 2015 lalu, dengan berjalan kaki sejauh 180 kilometer, dari Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, menuju Pendopo Lama Gubernur Banten, Kota Serang.
Kini, masyarakat Baduy kembali berjalan kaki untuk pulang ke rumahnya masing-masing, dengan menempuh jalur yang sama sejauh 180 kilometer.
Demikian makna yang tertanam pada kegiatan Seba Baduy, yang hingga kini dilakukan oleh masyarakat adat suku Baduy Dalam dan Baduy Luar. Bagi mereka (suku Baduy), Seba Baduy merupakan sebuah amanah dari para leluhur yang ahrus terus dijaga dan dijalankan.
"Sebelum Seba Baduy ini kami laksanakan, kami ada rapat dulu dengan para kokolot (sesepuh atau orang tua) yang ada di Baduy," ujar kokolot suku Baduy Dalam, Ayah Saidi Putra, usai acara Seba Baduy di Pendopo Lama Gubernur Banten, Jalan Brigjen Syam'un, Kota Serang, Minggu (26/4/2015).
Agar kelestarian alam dikawasan Suku Baduy tidak dirusak, warga Suku Baduy juga melakukan ritual kawalu atau puasa (selama satu bulan), sebagai konsekuensi untuk tetap menjaga lingkungan. Diketahui, Ayah Saidi Putra merupakan orang tua dari Ayah Mursid, penerus orang tuanya yang ditugaskan memimpin masyarakat Baduy dan menjadi pemimpin dari 12 Jaro Tangtu. Menurutnya, Seba Baduy juga merupakan bentuk silaturahmi kepada pemerintah, baik Pemkab Lebak maupun Pemprov Banten, yang dilakukan setiap tahun sekali.
"Selain bersilaturahmi, masyarakat Baduy juga mengajak pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan Gunung Pulosari, Gunung Karang, dan alam agar tidak dirusak manusia. Kalau jika alam rusak maka akan ada bencana alam," tegasnya dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Seba Baduy yang berlangsung tahun ini termasuk Seba Gede (besar), yang membedakannya dengan Seba Leutik (kecil) adalah masyarakat Baduy menyerahkan hasil bumi dan peralatan dapur kepada Rano Karno yang digelari Abah Gede (besar) oleh masyarakat Baduy. Pada Seba Gede kali ini, masyarakat Baduy mengambil tema "Ngasuh Ratu Nganjak Menak Mageuhkeun Tali Duluran Ngajaga Lingkungan Pamarentah Negakeun Hukum Jeung Keadilan".
Tema ini berarti adalah "Menjaga negara, mengencangkan tali persaudaraan, menjaga lingkungan. Pemerintah menegakan hukum dan keadilan". Seba Baduy tahun 2015 ini ikuti oleh 1957 orang suku Baduy yang terdiri dari 56 kampung. Adat masyarakat Baduy sudah dilakukan sejak zaman Kesultanan Banten pertama berdiri.
"Seba Baduy merupakan upacara adat tradisi sakral asli dari warga Baduy. Seba ini merupakan peristiwa budaya, bahkan sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak jaman kesultanan Banten," tegasnya.
Diketahui, masyarakat Baduy Dalam dan Luar telah melaksanakan Seba Baduy semenjak hari Jum'at 24 April 2015 lalu, dengan berjalan kaki sejauh 180 kilometer, dari Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, menuju Pendopo Lama Gubernur Banten, Kota Serang.
Kini, masyarakat Baduy kembali berjalan kaki untuk pulang ke rumahnya masing-masing, dengan menempuh jalur yang sama sejauh 180 kilometer.
Pelaksanaan Event Seba Baduy
Sejak Provinsi Banten berpisah dari Jawa Barat. Seba Baduy dilaksanakan dengan difasilitasi Pemerintah Provinsi Banten, dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai panitia. Peserta Seba Baduy (masyarakat Kanekes) yang datang selalu menunjukan peningkatan. Dari 500 orang pada tahun 2002, kini pada pelaksanaan terakhir tahun 2014 terhitung 1.750 jiwa, tahun 2015 ini diprediksi 2000 orang lebih yang datang ke Pendopo Lama Gubernur Banten, dengan pakaian khasnya; Jamang Sangsang Hitam, Lomar, Sarung, Koja dan tanpa alas kaki.
Diawali pada sore Kamis, 23 April 2015, acara Seba diawali dengan kumpulan warga Baduy dari berbagai kampung di rumah Jaro Dainah, yang merupakan Jaro Pamarentah (kepala desa Kanekes), untuk mendapat arahan tentang pelaksanaan Seba.
Selanjutnya pagi-pagi; Kamis, 24 April 2015, mereka berangkat menuju Pendopo Kabupaten Lebak di Rangkas Bitung. Bagi warga Baduy luar, diangkut oleh kendaraan roda 4 (empat) yang disiapkan pemerintah. Sementara Baduy Dalam jero/urang tangtu, berjalan kaki. Waktu diperhitungkan sehingga tibanya di pendopo bersamaan. Malam harinya pukul 19.00 WIB. mereka melakukan prosesi seba kepada Bupati Lebak, dihadiri jajaran aparatur pemerintahan Kabupaten Lebak, dilanjutkan acara dialog, seputar daerah, serta kondisi alam.
Di Pendopo Kabupaten Lebak, mereka dihibur oleh para Sastrawan Sunda dari berbagai pelosok Banten dan Jawa Barat, yang akan membaca puisi, fiksi, dongeng dan kawih-kawih Sunda. Warga Kanekes akan menginap semalam, menikmati kota Rangkasbitung, dimana tidak setiap bulan mereka datang ke sana.
Pagi hari berikutnya, Sabtu 25 April 2015, kembali bergerak menuju Ibukota Provinsi Banten (Serang). Mereka diterima oleh Kepala Disbudpar Provinsi Banten selaku panitia penyelenggara /leading sektor kegiatan Seba Baduy. Tahun 2015 ini para peserta Seba ditampung di Stadion Ciceri, sebagai start awal berjalan kaki 2000 orang lebih peserta Seba menuju Pendopo Lama Gubernur Banten.
Dari Ciceri semua warga Baduy yang akan melakukan Seba, berjalan kaki menuju Alun-alun Barat Kota Serang. Melewati Jalan Achmad Yani (Jalan Protokol Kota Serang). Tiba di Alun-alun Barat Kota Serang, disambut oleh Marching Band Gita Surasowan, sebagai penghormatan tamu Gubernur. Di Pendopo sendiri disiapkan kesenian tradisional Gamelan Kliningan untuk menyambut kehadiran warga Baduy.
Di Alun-alun Barat juga digelar pameran produk kerajinan warga Baduy. Selanjutnya sejenak Warga Baduy berinteraksi dengan warga masyarakat pengunjung pameran. Beberapa utusan Baduy juga mengunjungi Situs Banten Lama dan membaca phenomena peninggalan Sultan di sana.
Pada sore harinya, mereka mandi ke Sungai Cibanten, sebagai bentuk meneruskan tradisi kolot, sowan kana cai Wahanten.
Malam harinya, pukul 18.30 WIB. Seluruh warga Baduy berjalan nguntuy/babaduyan (berurutan satu-satu) menuju halaman Pendopo Gubernur Banten, untuk selanjutnya duduk di halaman Pendopo Lama Gubernur Banten, dengan rapi, tertib, tenang, khusuk guna mengikuti acara pokok Seba; menyerahkan kue laksa, hasil bumi, serta menyampaikan amanat Puun.
Diawali dengan rajah panganteur, kemudian menyerahkan Laksa kepada Gubernur, oleh Jaro Tanggungan 12 (utusan Puun) dilanjutkan dengan sambutan menyampaikan amanat Puun oleh Jaro Pamarentah. Gubernur Banten memberikan sambutan penerimaan, serta memberikan arahan dan wejangan, serta ajakan. Selanjutnya diadakan dialog seputar keadaan alam, serta kondisi kekinian. Beberapa pejabat terkait menjawab pertanyaan dari para utusan Baduy yang hadir menyampaikan pertanyaannya. Kesemuanya disampaikan dalam tutur basa Sunda Banten yang khas, dengan dipandu serta diterjemahkan oleh Pengatur acara yang cekatan mengatur acara Seba ini.
Setelah acara pokok selesai, Gubernur memberikan kadeudeuh kepada warga Baduy. Setelah acara pokok ritual Seba selesai, mulailah hiburan Wayang Golek semalam suntuk dengan Dalang pilihan mereka. Tahun 2015 ini adalah Dalang Ki Mursidin Ajen dari Padepokan Ucu Ponah Parwa Pujangga Tangerang. Para Warga Baduy antusias mengikuti hiburan Wayang Golek, dengan sesekali menari Jaipongan, sesuai lagu yang dipintanya.
Paginya, melakukan Seba Panutup ke Pendopo Bupati Serang. Setelahnya seluruh warga Baduy luar diangkut kembali menuju Desa Kanekes, tempat tinggalnya, sementara warga Baduy dalam kembali berjalan kaki menuju Kampung Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik.
Acara Seba Baduy 2015 pun Selesai.
Sumber & foto: kabar6.com, disbudpar.bantenprov.go.id
Sumber & foto: kabar6.com, disbudpar.bantenprov.go.id
Seba Baduy 2015, Menjaga Lingkungan Dengan Budaya
Reviewed by Massaputro Delly TP.
on
Jumat, Mei 08, 2015
Rating:
Tidak ada komentar: