Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta Belanda. Dibangun pada 27 Februari 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero. Walaupun demikian, keindahan dan kemegahan dari hasil konservasi dan revitalisasi tidak menghilangkan begitu saja jiwa mistisnya. Menyusuri lorong-lorong bangunan bulu kuduk pun berdiri, merinding.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero. Walaupun demikian, keindahan dan kemegahan dari hasil konservasi dan revitalisasi tidak menghilangkan begitu saja jiwa mistisnya. Menyusuri lorong-lorong bangunan bulu kuduk pun berdiri, merinding.
Berkunjung ke Lawang Sewu kesan pertama dihadapi adalah mencari parkiran kendaraan, terutama bila membawa mobil. Tetapi dengan sigap beberapa juru parkir mengarahkan untuk menyusuri jalan kecil, atau lebih tepatnya gang di sisi luar pagar tembok Lawang Sewu dimana terdapat saluran air. Kemudian, setelah memasuki gerbang bangunan, beberapa Security akan mengarahkan para wisatawan untuk memasuki area bangunan Lawang Sewu ke arah lebih dalam lagi dimana terdapat loket. Dengan membayar retribusi sebesar Rp. 10.000,- per orang, langkah kaki akan mantap untuk memasuki area bangunan Lawang Sewu lebih jauh. Ohya, pada saat membayar retribusi, beberapa "guide" menawarkan diri untuk menemani menjelajah Lawang Sewu, tetapi ini tidak harus karena biaya "guide"nya lumayan juga, Rp. 30.000,-.
Memasuki sisi halaman dalam, tampak kemegahan bangunan dua laintai ini dimana di tengah-tengah halaman terdapat pohon beringin besar, tentu umur dari pohon ini juga hampir sama dengan bangunan itu sendiri. Pada area ini juga terdapat bangunan terpisah yang telah dijadikan Museum dari Lawang Sewu, terdapat beberapa material dan kelengkapan bangunan asli/original pada saat Lawang Sewu dibangun, kemudian beberapa beberapa material jaman sekarang dalam rangka revitalisasi, dimana material bangunan ini diusahakan sebisa mungkin menyerupai material asli. Selain itu, terdapat juga beberapa gambar sebagai blue print revitalisasi dari bangunan Lawang Sewu.
Setelah dari museum, selanjutnya perjalanan di arahkan untuk memasuki bangunan Lawang Sewu, disinilah mulai terasa bulu kuduk berdiri. Suasana mistis sangat terasa, kondisi bangunan yang sedikit lembab, dingin, dan remang-remang. Pada beberapa ruang bangunan juga telah disulap sebagai ruang pameran beberapa foto-foto tempo dulu dan sejarah dari Lawang Sewu.
Perjalanan dilanjutkan dengan mengitari bangunan utama, cuma sayang, pada saat itu tidak bisa masuk ke dalam bangunan utama karena sedang renovasi, akhirnya perjalanan menyusuri sisi kanan bangunan dimana terdapat sebuah lokomotif terpampang. Cerita punya cerita, lokomotif ini sengaja di datangkan dari Museum Kereta Api Ambarawa untuk menambah ciri khas Lawang Sewu. Tentunya tidak ketinggalam berfoto ria di lokomotif ini sebelum meninggalkan Lawang Sewu.
Lawang Sewu, Kemegahan dan Mistis
Reviewed by Massaputro Delly TP.
on
Selasa, Juni 26, 2012
Rating:
Tidak ada komentar: